Selamat datang kembali di modul pendidikan yang mengantarkan kebahagiaan dan keselamatan. Kali ini, kita akan mengulas materi Merdeka Belajar abad 21. Agar kita dapat merefleksikan pendidikan kita, kita akan mengulas materi Merdeka Belajar abad 21. Sebagai pendidik, kita terkadang merasa memiliki kewenengan penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi murid. Guru menganggap bahwa ia mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi murid
berdasarkan tujuan belajar. Sebagai pendidik, kita terkadang merasa memiliki kewenengan penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi murid. Guru menganggap bahwa ia mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi murid berdasarkan pengalaman-pengalaman mengajar yang sudah dilaluinya. Sehingga ia kadang juga merasa memiliki peran menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi murid-muridnya. Murid cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh guru
karena kondisi yang dibangun dan diciptakan guru memang demikian dalam proses belajarnya. Apa yang disampaikan guru merupakan kebenaran pengetahuan dan terbaik bagi murid. Misalnya, guru meminta murid menghafal perkalian, tanggal peristiwa sejarah kemerdekaan, dan lain-lain yang sifatnya hafalan tanpa dibukakan ruang dialog tentang kegunaannya atau kebermanfaatannya bagi diri murid. Mungkin benar, cara demikian dapat menambah wawasan murid.
Tapi, apakah dengan menghafal kebutuhan belajar murid telah terpenuhi? Apakah murid memahami apa yang ia hafalkan? Dan bagaimana ia menghubungkannya dengan kehidupan? Pesan Ki Hajar Dewantara, tuntunlah murid sesuai jamannya. Sekarang, guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sumber-sumber pengetahuan kini terbuka luas akses dan beragam bentuknya.
Seperti adanya mesin pencari yang bisa menyediakan beragam informasi yang kita inginkan. Sehingga, cara menonton dan memimping murid pun sangat berbeda. Sebagai fasilitator, guru menempatkan murid menjadi subjek atau individu aktif dalam pembelajaran untuk mencari dan membangun pemahamannya sendiri. Bukan sebaliknya, murid dianggap objek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung pada apa yang diberikan guru.
Peran guru adalah memfasilitasi dengan baik dan benar bagaimana murid dapat membangun pemahamannya dengan maksimal. Sebagai contoh, murid ingin mengetahui hewan atau binatang apa saja yang hidup dekat di sekitarnya. Maka, guru tidak langsung memberikan jawabannya. Tetapi, membimbing murid melalui pendekatan saintifik dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan murid untuk dapat mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan
dalam membangun pemahamannya tentang kehidupan hewan yang dekat dengannya. Semakin berkembangnya zaman, semakin besar pula tantangan-tantangan yang dihadapi oleh guru. Persaingan yang semakin kompetitif pada abad 21, saling terhubungnya negara-negara di dunia, membuat kita sebagai pendidik tidak boleh lengah dan merasa cukup dengan apa yang telah kita upayakan sejauh ini. Cara satu-satunya agar kita tidak terlena dan tenggelam dengan perubahan zaman
adalah menjadi pembelajar sepanjang hayat dengan terus meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kita sebagai fasilitator pembelajaran bagi murid sesuai zamannya. Dan tidak kalah penting adalah penguatan kebangsaan oleh kita bersama, sehingga kita dan juga murid-murid mampu membangun konteks diri serta identitas sebagai suatu bangsa. Dengan demikian, kita dapat membantu menyiapkan murid-murid kita
untuk memiliki rasa percaya diri dalam berinteraksi dan berkolaborasi bersama warga dunia untuk memecahkan masalah-masalah global. Hal ini sulit terjadi jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir saja, tetapi juga mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki murid, yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta, dan karya, agar murid menjadi manusia seutuhnya sesuai pesan dari Ki Hajar Dewantara.
Maka, kesadaran akan perubahan zaman, kesadaran akan kebutuhan belajar tidak hanya diharapkan tumbuh dalam diri murid, tetapi juga muncul mulai dari dalam diri kita sebagai pendidik, fasilitator pembelajaran. Mungkin saja murid terhubung dengan beragam informasi dan pengetahuan yang berlimpah, tetapi tidak ada tuntunan dari guru. Apakah informasi dan pengetahuan yang diakses murid sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhan belajarnya?
Pada abad ke-21 ini, beberapa referensi menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kognitif yang kompleks, dan kemampuan sosial emosional menjadi sangat penting. Bukan hanya bagi murid, melainkan juga bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru diharapkan menjadi contoh bagaimana ia terus mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut pada dirinya, kemudian meneruskannya dalam membantu murid untuk menguasainya.
Salah satu kompetensi mendasar yang menunjang penguasaan-penguasaan kemampuan tersebut adalah kompetensi literasi. Bahasa, matematika, sains, digital, finansial, sehingga guru juga sebaiknya menjadikan kompetensi dasar ini sebagai prasyarat wajib yang dikuasai murid pada abad ke-21. Kompetensi lain yang juga penting dalam menghadapi tantangan abad ke-21 adalah kompetensi murid untuk menjadi mandiri, mengenali diri, mengidentifikasi apa yang diketahui dan yang tidak diketahui,
strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi ini erat kaitannya dengan pola pikir pembelajar atau growth mindset, yaitu murid memiliki keyakinan untuk dapat terus berkembang dan berprestasi dengan berusaha secara maksimal. Maka, pola pikir inilah yang perlu dimiliki oleh guru sebagai fasilitator untuk mendorong proses belajar murid yang menumbuhkan pola pikir pembelajar. Salah satu contoh metode pembelajaran abad ke-21 yang berpusat pada murid adalah
pembelajaran berbasis proyek. Guru dapat mengajak murid mengamati permasalahan dan potensi yang ada di sekitarnya, kemudian guru bersama murid merancang proyek yang akan dilakukan, lalu murid mencari data dan informasi dengan bimbingan guru, sampai murid dapat menyimpulkan dan menyampaikan hasilnya melalui media yang menurutnya sesuai. Selain itu, pembelajaran proyek ini juga sebagai media bagi guru meningkatkan kompetensi
yang dimilikinya untuk menuntun murid dalam merdeka belajar abad ke-21. Contoh lain misalnya, guru memimbing murid untuk memiliki kompetensi berpikir kritis atau critical thinking, kreatif atau creativity, kolaborasi atau collaboration, dan komunikasi atau communication dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka dalam proses belajar murid. Seperti, bagaimana menurutmu tentang kondisi lingkungan sekitar kita saat ini?
Apa yang menarik dari masalah atau potensi ini sehingga kamu ingin bahas? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong murid untuk berpikir kritis dan logis dalam melihat dan mengamati sesuatu yang terkoneksi dengan dirinya. Seni bertanya atau kemampuan bertanya ini juga sangat penting bagi guru sebagai fasilitator selain kemampuan mendengarkan. Agar murid berani mengeksplorasi sumber-sumber wawasan pengetahuan,
berdiskusi dan berdialog sampai pada akhirnya membantunya memiliki kompetensi abad 21 tersebut. Lalu, bagaimana dengan pembelajaran kita saat ini? Mari kita refleksikan bersama. Apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun murid sesuai jamannya? Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu murid merdeka belajar abad 21? Selamat belajar Ibu dan Bapak Guru Hebat! Salam dan bahagia! Terima kasih!